Kamis, 27 Januari 2011

Alamat situs-situs (blog)

Reminder...
Alamat situs-situs untuk keperluan mempercantik blog Anda:
ego-box.com (mengubah tampilan kursor)
www.greetvalley.com (aneka animasi)
www.fullmusik.co.cc (fasilitas musik, free)
www.tvquran.com (fasilitas murottal)
www.al-habib.info (fasilitas tanggal & waktu Islami)

Penyedia template gratis...
www.freetemplates.blogspot.com
www.blogtemplate4u.com


Menambah tampilan YM pada blog:
tambah gadget da masukkan sript
<a href="ymsgr:sendIM?pratami"> <img src="http://opi.yahoo.com/online?u=pratami&amp;m=g&amp;t=2&amp;l=us"/>
</a>
ket: pada huruf berwarna merah, ubah dg ID YM Anda. Selamat mencoba

Cara membuat scroll pada bloglist:
http://ruangsc.blogspot.com/2010/03/cara-membuat-scroll-pada-bloglist.html

Cara membuat scroll pada arsip:
http://www.blogernas.co.cc/2010/05/membuat-scroll-pada-arsip-blog.html

Cara untuk membuat scroll pada Link Blog:
http://www.scribd.com/doc/41969595/Membuat-Scroll-Untuk-Daftar-Link-Pada-Blog

Mempercepat Loading Blog:
http://chenk-rahman.blogspot.com/2010/11/cara-mempercepat-loading-blog.html

Menambah Icon Emosi pada Komentar:
http://optimasi-blog.blogspot.com/2009/03/icon-emosi-emoticon-dalam-komentar.html

Membuat kursos bertabur bintang:
http://amatullah83.blogspot.com/2010/01/membuat-cursor-bertabur-bintang.html
Read More...

Kamis, 13 Januari 2011

Sœurs de Cendrillon: Doa Minta Jodoh (Surat Terbuka Untuk Tuhan)

Sœurs de Cendrillon: Doa Minta Jodoh (Surat Terbuka Untuk Tuhan): "Tuhan... Bolehkan aku mengintip sedikit, cukup wajahnya saja Tuhan, siapa yang jadi istriku kelak… Karena, jika telah kuketahui sosoknya s..."
Read More...

Sœurs de Cendrillon: ^Surat Untuk Seorang Akhwat^

Sœurs de Cendrillon: ^Surat Untuk Seorang Akhwat^: "Apa kabar calon istriku? Hope u well and do take care… Allah selalu bersama kita Ukhtiku… Masihkah menungguku…? Hm… menunggu, menanti ata..."
Read More...

Sœurs de Cendrillon: TIPS agar SABAR dan IKHLAS menerima KENYATAAN ...

TIPS agar SABAR dan IKHLAS menerima KENYATAAN ...: "Sahabat...Pernahkah mengalami MUSIBAH atau COBAAN yang sangat menYAKITkan?Mungkin suami/istrei/anak Anda sakit yang tidak bisa disembuhkan ..."
Read More...

Sœurs de Cendrillon: ..:: Jangan Khawatir, Tulang Rusuk Takkan Tertukar...

Sœurs de Cendrillon: ..:: Jangan Khawatir, Tulang Rusuk Takkan Tertukar...: "“ana akan ta’aruf dengan ukhti beberapa tahun lagi, ketika ukhti sudah lulus” “untuk apa antum katakan itu skrg akhi?... Jika belum siap a..."
Read More...

Jangan panggil aku akhwat...

sumber: greatblogfromusualgirl.blogspot.com
      ***

Jangan panggil aku akhwat...
karna melihat ikhwan masih sering terpikat
dengan ikhwan masih sering berkhalwat
di kampus pun masih sering berikhtilat

Jangan panggil aku akhwat...
karna sholat pun masih sering telat
beribadah masih tidak hikmat
membaca Al-Qur'an masih tercekat
hafalan surat pun masih belum tamat

Jangan panggil aku akhwat...
kepada orangtua dan guru masih belum hormat
masih suka mendengar lagu-lagu barat
kepada oranglain sering berpikiran jahat
bersaing pun dengan tidak sehat

Jangan panggil aku akhwat...
karna diri ini masih sering khilaf
masih susah minta maaf begitupun memberi maaf

Jangan panggil aku akhwat...
karna menjalankan perintah ALLAH aku masih belum patuh
karna jiwa ini masih rapuh
setiap hari selalu mengeluh
oleh orangtua pun masih susah disuruh

Jangan panggil aku akhwat...
karna diri ini masih sering berbuat salah
mulut ini masih sering fitnah
dimana-mana selalu ghibah

Jangan panggil aku akhwat...
karna diri ini masih jarang bersedekah
hati ini selalu resah sering marah-marah
dan pada oranglain pun tidak ramah

Jangan panggil aku akhwat...
sungguh sebutan itu belum tepat...
tapi aku janji selalu berusaha jadi orang yang bermanfaat
buat keluarga dan para kerabat
untuk kehidupan yang baik dunia akhirat

tolong wahai sahabat... "Jangan panggil aku akhwat"...
                            ***

kalian dapat memanggilku, Bekti, saudari cantikku ^^ (kidding)
Read More...

Jumat, 07 Januari 2011

Keteladanan Murobbi

  • Pernahkah Anda mengalami suatu saat ketika Anda membuka mushaf dan Anda mulai membaca Al-Qur’an kemudian anak-anak Anda datang mendekati Anda sambil membawa buku Iqra’nya ,lalu mereka melakukan hal yang sama seperti apa yang tengah anda lakukan?
  • Pernahkah Anda mendapatkan mutarabbi (objek dakwah/peserta didik/murid) Anda mengerjakan shaum (puasa) sunnah padahal Anda secara eksplisit tidah pernah menyuruhnya? Hal tersebut dilakukan oleh mutarabbi Anda hanya karena ia mendapatkan Anda juga melakukan shaum sunnah pada hari-hari sebelumnya.
  • Pernahkah Anda mengalami khadimat Anda perlahan-lahan menyesuaikan diri dan penampilannya di tengah-tengah keluarga Anda, mulai terbiasa mengenakan gaun panjang, memakai kerudung walau pada awalnya cuma nempel di atas kepala, tapi toh lama kelamaan ia menjadi terbiasa berjilbab baik ketika ia bekerja di dalam rumah apalagi di luar rumah? Padahal isteri Anda belum pernah berkata kepadanya bahwa memakai jilbab itu wajib, apalagi memperdengarkannya ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan kewajiban menutup aurat baik dalam surat An-Nur maupun Al-Ahzab.

Itulah buah dari keteladanan. Keteladanan adalah cara berdakwah yang paling hemat karena tidak menguras enerji dengan mengobral kata-kata. Bahkan bahasa keteladanaan jauh lebih fasih dari bahasa perintah dan larangan sebagaimana pepatah mengatakan: “Lisaanul hal afshahu min lisaaanil maqaaal”, bahasa kerja lebih fasih dari bahasa kata-kata. Dalam ungkapan lain keteladanan ibarat tonggak, dimana bayangan akan mengikuti secara alamiah sesuai dengan keadaan tonggak tersebut, lurusnya, bengkoknya, miringnya, tegaknya. Benarlah pepatah ini: “Kaifa yastaqqimudzdzhillu wal ‘uudu a’waj”, bagaimana bayangan akan lurus bila tonggaknya bengkok.
Oleh karena itu, penting bagi para murabbi (dai/pendidik/guru/orang tua) untuk berusaha semaksimal mungkin menjadi figur murabbi teladan agar keteladanannya memberi keberkahan bagi perkembangan dakwah dan peningkatan kualitas maupun kuantitas para mutarabbi yang mereka bina. Karena itu para murabbi pun perlu berinteraksi dengan tokoh-tokoh yang tercatat sejarah sebagai murabbi teladan, setidaknya melalui suratun hayawiyyah (gambaran kehidupan mereka), khususnya dalam melakukan aktivitas pentarbiyahan (mendidik mutarabbi).
Perhatikanlah kehidupan Murabbi hadzihil ummah, Rasulullah saw. Telusuri keteladanan figur murabbi pada diri sahabatnya, para tabi’in, dan ulama salaafussalih. Aina nahnu minhum? Kita sungguh tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Bahkan rasanya mustahil bisa sama dengan mereka. Itulah satu perasaan yang akan terlintas di benak kita ketika mengetahui keteladanan mereka sebagai murabbi. Tetapi kita dinasihati oleh satu pepatah: tasyabbahu in lam takuunuu mislahum, Innattasyabbuha bil kiraami falaahun, teladanilah meski tidak sama persis dengan mereka, sesungguhnya meneladani orang-orang mulia adalah satu keberuntungan.

Keteladanan Rasulullah saw.
Sebagai murabbi Rasulullah saw. selalu melakukan pendekatan komunikasi sebagaimana yang direkomendasikan Al-Qur’an yaitu qaulan layyinan (Thaha: 44), qaulan maysuran (Al-Isra’: 28), qaulan ma’rufan (As-Sajdah: 32), qaulan balighan (An-Nisa’: 63), qaulan sadidan (An-Nisa’: 9), dan qaulan kariman (Al-Ahzab: 31).
Sebagai murabbi, Rasulullah saw. tidak pernah memojokkan mutarabbi dengan kata-kata, apalagi hal itu dilakukan di hadapan orang lain. Diriwayatkan oleh Abi Humaid Abdirrahman bin Sa’ad As-Sa’idy r.a., ia berkata:

“Nabi saw. telah mengutus seseorang yang bernama Ibnu Lutbiyyah sebagai amil zakat. Setelah selesai dari tugasnya lalu ia menghadap Rasulullah saw. seraya berkata, ‘Ini hasil dari tugas saya, saya serahkan kepadamu. Dan yang ini hadiah pemberian orang untuk saya.” Lalu Rasulullah saw. segera naik ke atas mimbar. Setelah menyampaikan puja dan puji kehadirat Allah swt., beliau berkhutbah seraya berkata, “Sesungguhnya aku mengutus seseorang di antara kalian sebagai amil zakat sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah swt. kepadaku, lalu ia datang dan berkata: ‘Ini untuk engkau dan yang ini hadiah untukku. Jika orang itu benar, mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak atau Ibunya sehingga hadiah tersebut datang kepadanya. Demi Allah, tidaklah mengambil seseorang sesuatu yang bukan haknya melainkan kelak dia bertemu dengan Allah swt. membawa barang yang bukan menjadi haknya.” Lalu Rasulullah saw. mengangkat kedua belah tangannya hingga tampak ketiaknya seraya berkata, “Ya Allah, telah aku sampaikan. Ya Allah, telah aku sampaikan. Ya Allah, telah aku sampaikan. ” (Bukhari dan Muslim)

Rasulullah juga tidak pernah menjaga jarak dengan mutarabbinya. Sehingga tidak terjadi kesenjangan psikologis antara mutarabbi dengan murabbi. Hal ini dapat dilihat dari dialog lepas antara Jabir bin Abdillah dengan Rasulullah saw:

“Aku pernah keluar bersama Rasulullah saw. pada peperangan Dzatirriqa’. Aku mengendarai seekor onta yang lamban jalannya sehingga aku tertinggal jauh dari Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. menemuiku seraya berkata, “Kenapa engkau, hai Jabir? “Ontaku, ya Rasulallah, jalannya lamban sekali,” balasku. Kemudian Rasulullah berkata lagi, “Berikan kepadaku tongkat yang ada di tanganmu atau berikan aku sepotong kayu.” Aku berikan kepadanya dan beliau pun memukulkan kayu tersebut secara perlahan ke onta saya. Lalu beliau menyuruhku menaiki onta itu. Demi Allah, tiba-tiba ontaku berjalan dengan sangat cepat.
Kemudian obrolan berlanjut. Rasulullah saw. bertanya kepadaku, “Hai Jabir, apakah engkau sudahkawin?” “Sudah, ya Rasulallah,” jawabku. “Dengan janda atau gadis?” tanya beliau lagi. “Dengan janda, ya Rasul,” tegasku. “Kenapa tidak dengan gadis saja sehingga engkau dapat bersenang-senang dengannya dan ia dapat bersenang-senang denganmu?” balas Rasulullah saw. dengan nada bertanya. Lalu aku menjelaskan, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku meninggal pada Perang Uhud dan meninggalkanku saudara perempuan sebanyak tujuh orang. Maka dari itu aku menikahi seorang wanita yang sekaligus dapat menjadi pengasuh dan pembimbing mereka.” Kemudian Rasulullah berkata, “Engkau benar, insya Allah.”

Keteladanaan Para Sahabat r.a.
Di antara para sahabat yang paling menonjol keteladanannya adalah Abu bakar As-Shiddiq r.a. Bukan hanya karena ia adalah satu-satunya sahabat yang mendapat gelar as-sihiddiq dan juga bukan hanya karena satu-satunya sahabat yang menemani Rasulullah saw. dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Tetapi lebih dari itu, karena Abu Bakar layak disebut sebagai murabbi hadzihil ummah sepeninggalnya Rasulullah saw. Beliaulah yang memandu akidah dan fikrah para sahabat yang lainnya ketika mereka masih belum legowo menerima berita wafatnya Rasulullah saw., bahkan termasuk Umar bin khattab r.a.

Pada saat itulah Abu bakar memberikan taujih tarbawy dengan membacakan firman Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 144, seraya menambahkan penjalasan dengan kata-kata hikmahnya, Man kaana ya’budu muhammadan fainna muhammad qod maata, wa man kaana ya’budullaha fainnallaha hayyun laa yamuutu, barangsiapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah tiada; tetapi barangsiapa yang menyembah Allah swt., sesungguhnya Allah Hidup dan tidak akan mati.” Itulah keteladanan Abu Bakar dalan menyemai benih-benih tarbiyah, khususnya tarbiyah aqidiyah.

Ketika dua pertiga Jazirah Arab ditimpa gerakan pemurtadan (harakatul irtidad), dalam bentuk pembangkangan tidak mau membayar kewajiban zakat, lagi-lagi Abu bakar tampil sebagai pelopor. Dengan ketegasan sebagai murabbi, Abu Bakar menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dengan memerangi mereka. Banyak para sahabat, termasuk Umar bin Khattab, masih beranggapan bahwa bukan itu jalan keluar untuk menghentikan gelombang kemurtadan. Abu Bakar langsung memberikan pelajaran kepada para sahabat khususnya Umar dengan kalimat, “Hatta anta, ya Umar, ajabbaarun fil jahiliyah hhawwarun fil Islam? Wallaahi, laa yanqushuddinu wa anaa hayyun, lau mana’uuni ‘uqqaalu ba’iirin yuadduunahi ila Rasuulillah lahaarabtuhu hatta tansalifa saalifaty, sampai engku juga, Ya Umar. Apakah engkau hanya tampak perkasa pada masa jahiliyah kemudian jadi ragu pada masa Islam? Demi Allah, tidak akan berkurang agama ini (Islam) sedikitpun selama aku masih hidup, walaupun mereka tidak memberikan hanya seutas tali onta yang harus diberikan kepada Rasulullah, maka tetap akan ku perangi mereka sampai urat leherku terputus.”
Bahkan keteladan Abu Bakar sebagai murabbi bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga langsung dibarengi dengan sikap dan tindakan kongkret agar menjadi contoh bagi para sahabat yang lain. Misalnya pada saat sebagian besar para sahabat (kibaarus shahabah) keberataan dengan diangkatnya Usamah Bin Zaid, padahal hal itu telah menjadi ketetapan komando Rasulullah saw. sebelum wafatnya. Abu Bakar berazam untuk tidak membatalkan apa yang telah ditetapkan Rasulullah saw. seraya mengiringi pelepasan ekspedisi Usamah dengan menuntun kudanya sampai perbatasan. Sejak awal Usamah merasa tidakenak karena Abu Bakar berjalan kaki sementara ia berada di atas kudanya. Lalu Usamah menawarkaan agar ia turun, Abu Bakar saja yang naik kuda. Abu Bakar berkata, “Wallahi maa rakibtu wa maa nazalta, wa maa lialaa ughabbira qadami fi sabilillaah, Demi Allah, aku tidak mau naik dan engkau juga tidak perlu turun. Biarkanlah kakiku bersimbah debu di jalan Allah.”

Keteladanan Ulama Salafusshalih
Salah satu di antara mereka adalah Atho bin Abi Rabaah rahimahullah. Beliau memimpin halaqah (kelompok pengajian) besar di Masjidil Haram semasa Sulaiman bin Abdil Malik menjadi Khalifah. Khalifah sering menghadiri halaqah Atho bin Abi Rabah. Padahal Atho adalah seorang habsyi (negro asal Ethiopia) yang pernah menjadi budak seorang wanita penduduk Kota Mekkah. Atho dimerdekakan karena kepandaiannya dalam mendalami ajaran Islam.
Keteladanan Atho bin Abi Rabaah sebagai murabbi adalah kelembutannya dan ketajaman nasihatnya serta pandangan dan perhatiannya yang penuh kasih sayang. Itu seperti yang dikisahkan Muhammad bin Suqah, salah seorang ulama Kufah, bahwa suatu ketika Atho bin Abi Rabaah menasihatinya: 

"Wahai anak saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita tidak menyukai pembicaraan yang berlebihan.” “Lalu apa batasannya pembicaran yang berlebihan?” tanyaku. Beliau melanjutkan nasihatnya, “Mereka mengkategorikan pembicaraan berlebih bila dilakukan selain dari Al-Qur’an yang dibaca dan difahami; atau hadits Rasulullah yang diriwayatkan; atau berkenaan dengan amar ma’ruf nahi munkar; atau pembicaraan tentang satu hajat, kepentingan dan persoalan maisyah.” Kemudian beliau mengarahkan pandangannya kepadaku seraya berkata,
  • “Atunkruuna (Inna ‘alaikum laahaafidzhiin, kiraaman kaatibiin): Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (disisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu) (Al-infithar: 10-11);
  •  wa anna ma’a kullin (‘minkum malakaini Anil yamiini wa ‘anisshimaali Qa’iid, maa yalfidzhu min qaulin illaa laadaaihi raqiibun ‘atiid) (Qaf: 17-18), Amaa yatahyii aahaduna lau nusyirat alaihi shahiifatuhullatii amlaa’aahaa shdra naahaarihi, faawaajada aktsara maa fiihaa laaisa min amri diinihi walaa amri dunyaahu.”

Kapabilitas takwiniyah (kemampuan membentuk pribadi mutarabbi) Atha bin Abi Rabaah dalam mentarbiyah bukan hanya kepada kalangan pembesar dan terpelajar, tapi sampai seorang tukang cukur. Ini sebagaimana dikisahkan oleh Imam Abu hanifah. “Aku melakukan kesalahan dalam lima hal tentang manasik haji, lalu aku diajarkan oleh seorang tukang cukur, yaitu ketika aku ingin selesai dari ihram. Aku mendatangi salah seorang tukang cukur, lalu aku berkata kepadanya, berapa harganya? “Semoga Allah menunjukimu. Ibadah tidak mensyaratkan soal harga. Duduk sajalah dulu. Soal harga gampang,” jawab tukang cukur. Waktu itu aku duduk tidak menghadap kiblat, lantas ia mengarahkan dudukku hingga menghadap kiblat. Kemudian menunjukkan bagian kiri kepalaku, lalu ia memutarnya sehingga mulai mencukur kepalaku dari sebelah kanan.
Ketika aku dicukur, ia melihatku diam saja. Lalu ia menegurku, “Kenapa kok diam saja? Ayo perbanyaklah takbir.” Maka aku pun bertakbir. Setelah selesai, aku hendak langsung pergi. Lalu ia berkata, “Mau kemana kamu?” “Aku mau ke kendaraanku,” jawabku. Tukang cukur itu mencegahku seraya berkata, “Shalat dulu dua rakaat, baru kau boleh pergi kemana kau suka.” Aku berkata dalam hati, tidak mungkin tukang cukur bisa seperti ini kalau bukan dia orang alim. Lalu aku berkata kepadanya, “Dari mana engkau dapati mengenai beberapa manasik yang kau perintahkan kepadaku?” “Demi Allah, aku melihat Atho bin Abi Rabaah mempratekkan hal itu, lalu aku mengikutinya, dan aku arahkan orang banyak untuk belajar kepadanya,” jawab tukang cukur alim tersebut.

Di antara kebiasaan baik ulama salafusshalih dan keteladanan mereka dalam mentarbiyah adalah ketika memberikan materi mereka tidak terkesan bersikap santai atau memberikannya sambil duduk bersandar. Tetapi mereka menunjukan sikap yang sigap dan penuh semangat sebagaimana telah menjadi sikap umum di kalangan mereka ketika menyampaikan materi. Hal itu terungkap dari pernyataan salah seorang di antara mereka, “Laa yanbaghi lanaa idzaa dzukira fiinasshalihuna jalasnaa wa nahnu mustaniduuna, tidaklah pantas bagi kita ketika disebutkan di tengah-tengah kita orang-orang yang shaleh, lalu kita duduk sambil bersandar.”

Adalah Said Ibnul Musayyib rahimahullah (juga seoarang murabbi yang keteladanannya patut dicontoh oleh para murabbi). Ia memimpin halaqah yang cukup besar di Masjid Nabawi. Di samping beliau, juga terdapat halaqah ‘Urwah bin Zubair dan Abdullah bin ‘Utbah rahimahumallah. Said Ibnul Musayyib mempunyai seorang mutarabbi, namanya Abu Wada’ah. Suatu ketika Abu Wada’ah beberapa kali tidak hadir. Tentu saja Said bin Musayyib merasa kehilangan mutarabbinya itu. Beliau khawatir kalau-kalau ketidakhadirannya lantaran sakit atau ada masalah yang menimpanya. Lalu beliau bertanya kepada murid-muridnya yang lainnya. Namun tidak ada yang tahu. Beberapa hari kemudian tiba-tiba Abu Wada’ah datang kembali sebagaimana biasa. Maka sang murabbi teladan Said bin Musayyib segera menyambut kedatangannya dengan sapaan yang penuh perhatian. “Kemana saja engkau, ya Aba Wada’ah?” “Isteriku meninggal dunia sehingga aku sibuk mengurusinya,” jawab Abu wada’ah. “Mengapa tidak beritahu kami sehingga kami bisa menemanimu dan mengantarkan jenazah isterimu serta membantu segala keperluanmu?” tanya Said kembali. “Jazaakallahu khairan,” jawab Abu Wada’ah yang terkesan memang sengaja tidak memberi tahu karena khwatir merepotkan murabbinya.
Tidak lama kemudian Said bin Musayyib menghampiri Abu Wada’ah dan membisikinya, “Apakah engkau belum terpikir untuk mencari isteri yang baru, ya Abu Wada’ah?” “Yarhamukallah, siapa orangnya yang mau mengawini anak perempuannya dengan pemuda macamku yang sejak kecil yatim, fakir, dan hingga sekarang ini aku hanya memiliki dua sampai tiga dirham,” tandas Abu Wada’ah yang tampaknya ingin bersikap realistis terhadap keadaan dirinya. “Aku yang akan mengawinimu dengan anak perempuanku,” tegas Said. Dengan terbata-bata Abu Wada’ah berucap, ” Eng… engkau akan mengawiniku dengan anak perempuanmu padahal engkau tahu sendiri bagaimana keadaanku.” “Ya, kenapa tidak? Karena kami jika sudah kedatangan seseorang yang kami ridha terhadap agamanya dan akhlaknya, maka kami kawinkan orang itu. Dan engkau termasuk orang yang kami ridhai,” jawab Said meyakinkan mutarabbinya.
Lalu dipanggillah orang-orang yang ada di halaqah tersebut untuk menyaksikan akad nikah dengan mahar sebanyak dua dirham. Abu Wada’ah benar-benar terkejut tak tahu harus berkata apa. Antara kaget dan girang ia pulang menuju rumahnya. Sampai-sampai ia lupa kalau hari itu ia sedang shaum karena di tengah perjalanan ia terus berpikir darimana ia akan menafkahkan isterinya, atau berhutang dengan siapa? Tak terasa ia sudah sampai di rumah dan adzan maghrib pun tiba. Lalu ia berbuka dengan sepotong roti. Baru saja menikmati rotinya, tiba-tiba ada suara yang mengetuk pintu. “Siapa yang mengetuk pintu,” tanyanya dari dalam rumah. “Said,” jawab suara di balik pintu yang sepertinya ia mengenalinya.
Setelah dibukanya tiba-tiba sang murabbi sudah ada di hadapannya. Abu Wada’ah mengira telah terjadi “sesuatu” dengan pernikahannya, lalu ia langsung menyapa sang murabbi seraya berkata, “Ya Abu Muhammad, mengapa tidak engkau utus seseorang memanggilku sehingga aku yang datang menemuimu.” “Tidak. Engkau lebih berhak aku datangi hari ini.” Setelah dipersilakan masuk, Said langsung mengutarakan maksud kedatangannya. “Sesungguhnya anak perempuanku telah sah menjadi isterimu sesuai dengan syari’at Allah swt. sejak tadi pagi. Dan aku tahu tidak ada seorang pun yang menemanimu, menghiburmu, dan melipur kesedihanmu, maka aku tidak ingin engku bermalam pada hari ini di suatu tempat sedang isterimu masih berada di tempat lain. Sekarang aku datang dengan anak perempuanku ke rumahmu.”
Lalu Said menoleh ke arah puterinya seraya berkata, “Masuklah engkau ke rumah suamimu, wahai Puteriku, dengan menyebut asma Allah dan memohon barakah-Nya.” Masuklah anak perempuan Said dan ketika melangkahkan kakinya nyaris keserimpet (terinjak gaunnya) hingga hampir jatuh karena saking malunya. “Sedang aku juga cuma berdiri di hadapannya kaget campur bingung tak tahu harus berkata apa,” kata Abu Wada’ah mengenang kejadian itu. Tapi kemudian ia cepat-cepat mendahului isterinya ke dalam ruangan, lalu ia jauhkan cahaya lampu dari sepotong roti yang memang tinggal segitu-gitunya supaya tidak terlihat oleh isterinya. Baru setelah itu ia keluar rumah memanggil ibunya untuk menemui menantu barunya.
Itulah keteladanan Said bin Musayyib yang menolak pinangan Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Bani Umayyah yang ingin meminang putrinya. Ia malah segera menikahkan puterinya dengan Abu Wada’ah, mutarabbinya yang sederhana dan tidak diragukan lagi kualitas tarbiyahnya.

Lain lagi dengan kisah Imam Abu Hanifah. Ia dikenal dengan nama Nu’man bin Tsabit rahimahullah. Beliau seorang murabbi yang wajahnya selalu enak dipandang. Wajahnya berseri-seri. Pengetahuannya dalam. Manis tutur katanya, rapih penampilannya, dan selalu memakai wangi-wangian. Jika beliau datang ke majelis taklimnya, semua orang yang ada di situ sudah mengetahuinya sebelum mereka melihatnya lantaran semerbak wewangian yang dipakainya.
Di samping cerdas, alim, faqih, beliau juga dikenal sebagai murabbi yang dermawan. Maklum, beliau seorang saudagar pakaian, kain, dan sutera. Beliau berdagang berkeliling dari kota satu ke kota lain di wilayah Irak.
Suatu ketika salah seorang muridnya datang ke tempat jualannya. Ia minta dicarikan baju, lalu beliau mencarinya sesuai dengan warna yang dimintanya. “Berapa harganya?” tanya sang murid. “Sedirham,” jawab Imam. “Satu dirham?” tanya sang murid heran. Itu sangat murah. “Ya, segitu.” “Yang benar nih….” kata muridnya lagi. “Aku tidak main-main. Aku beli baju ini dan yang serupa lagi dengannya seharga dua puluh dinar emas dan satu dirham perak. Yang satu aku sudah aku jual, sedang yang sisanya ini aku jual kepadamu dengan harga sedirham. Aku memang tidak mau mengambil untung terhadap murid-muridku.”
Suatu ketika Imam Abu Hanifah melihat salah seorang mutarabbinya berpakaian lusuh sehingga terkesan tidak enak dipandang. Setelah murid-murid yang lain keluar dari majelis, sehingga tidak ada seorangpun di dalam majelis itu selain Imam Abu Hanifah dengan mutarabbinya tersebut, beliau berkata kepadanya, “Angkatlah sajadah ini lalu ambil sesuatu yang ada di bawahnya.” Setelah diambilnya ternyata uang sebanyak seribu dirham. “Ambilah uang itu dan perbaikilah penampilanmu,” tegas Imam Abu Hanifah. Lalu kata orang itu, “Aku sudah cukup. Allah telah melimpahkan nikmatnya kepadaku. Aku tidak membutuhkan uang ini.” Dengan cerdasnya Imam Abu Hanifah menyanggah omongan mutarabbinya itu, “Jika memang benar-benar telah melimpahkan nikmatnya kepadamu, lalu mana bukti kenikmatan-Nya itu? Bukankah Rasulullah saw. bersabda, ‘Innallaha yuhibbu an yaraa aaatsara ni’matihi ‘ala ‘abdihi, sesungguhnya Allah swt. senang melihat bukti kenikmatan yang diberi-Nya terlihat pada hamba-Nya? Karena itu, sudah sepantasnya engkau memperbaiki keadaanmu agar engkau tidak membuat sedih saudaramu.”

Itulah beberapa keteladan ulama salafussalih dalam mentarbiyah para mutarabbinya. Wallahu ‘alamu bisshawaab.
Read More...

Senin, 03 Januari 2011

Tim Dakwah Super

Energi baru, di tahun yang baru (2011)
Bismillah......
                                               ***

Saudara/i-ku, pernahkah terbayang jika engkau memiliki tim dakwah yang SUPER. Tim dakwah yang juara. Tim dakwah yang luar biasa. Tim dakwah yang selalu bisa diandalkan. Itulah tim dakwah impian.
Tim dakwah layaknya Rasul dengan para sahabatnya. Sebuah tim yang kompak, solid, yang senantiasa bergerak dan terus bergerak, istiqomah dengan pemimpinnya, memiliki ide-ide cerdas mengatasi masalah, senantiasa kreatif dan inovatif, dinamis/tidak monoton, dan terus aktif.


Tim dakwah yang kemudian ditakuti lawan-lawan islam. Tim dakwah yang kemudian terbukti akhirnya menjadi pemimpin dunia, serta menaklukkan dibawah panjinya sepertiga bumi ini. Subhannallah.... Terbayangkah olehmu tim dakwah seperti apa itu?
Tim dakwah ini bukan tim dakwah biasa. Sebuah tim yang akan terus maju dengan semua rintangan yang menghadang. Dan ini bukan tim dakwah yang cengeng. Sedikit-sedikit lesu, lemah, letih dan loyo. Hehe….ga bergairah banget….

Dia akan tetap bergerak diantara semua gerakan dakwah yang sedang loyo. Dia akan terus melawan dan tidak akan pernah berhenti sampai tuntutan dan tujuannya tercapai. Dia juga tidak akan mempan hanya dengan gertakan-gertakan kecil lawannya. Bahkan, musuhnya akan ciut jika sudah berhadapan langsung dengannya.
Dia tidak akan berhenti hanya gara-gara kekurangan dana. Dia tidak akan berhenti hanya karena ada anggotanya yang sakit. Dia tidak akan berhenti dengan semua cuaca, baik hujan, panas dan badai sekalipun menghadang.

Pernahkan terdengar olehmu ada juga tim dakwah atau anggota dakwah yang gampang sekali menyerah hanya karena alasan-alasan sepele kawan?? Kurang duitlah, kurang waktulah, kurang tenagalah. SORI kawan, tim dan anggota seperti ini layaknya perlu diturunkan lagi tingkat pembinaannya, gembleng lagi, bina lagi, jika tetap tidak berubah ‘binasakan’ saja kawan. Dakwah tidak membutuhkan orang-orang yang lelet, lemot dan orang-orang yang hanya menambah beban perjalanan berat ini.
Kembalikan saja dia ke orang tuanya lagi kawan?!!!

3 PRINSIP
Bagaimana karakter tim tersebut?....
Mereka memiliki prinsip-prinsip yang luar biasa. Yang tidak akan pernah dimiliki oleh tim-tim lain. Prinsip ini menjadi senjata rahasia mereka mengalahkan semua rintangan tersebut. Dengan prinsip inilah, mereka dikenal sebagai tim dakwah SUPER.

  • Prinsip pertama; NO IF 
Di dalam kamus pergerakan dan perjalanan dakwah mereka, tim ini tidak mengenal kata jika. Saya dakwah jika saya sudah lulus saja ah, kami akan mengadakan training ini jika tim kami sudah punya backing dosen. Saya akan kontak jika saya sudah semester 5 saja. SEKALI LAGI MEREKA TIDAK MENGENAL KATA JIKA. Jadi sekarangpun tanpa menunggu lulus mereka berdakwah, tanpa menunggu memiliki backingan dosen mereka akan tetap mengadakan training tersebut, tanpa menunggu semester 5 pun, mereka setiap hari melakukan kontak.

  • Prinsip kedua; NO BUT
Tidak ada kata tapi untuk urusan dakwah bagi mereka. Tapikan saya masih muda, tapikan saya belum pantas, tapikan saya belum waktunya, tapikan saya belum memiliki tsaaqofah yang banyak, tapikan saya baru masuk halaqah ini. KAPAN MAJUNYA AKH/UKH, nunggu ditendang sama musuh??
SEKALI LAGI MEREKA TIDAK MENGENAL KATA TAPI. Mereka terus maju dengan semua keterbatasan yang dimiliki.

  • Prinsip ketiga; NO REASON
Tidak ada alasan bagi mereka untuk berhenti atau tidak melakukan dakwah. Waduh, saya masih sibuk sekarang, tahun depan aja ya?. Maaf, saya sedang banyak keperluan, lain kali saja. Waduh, tanggungan saya sedang banyak nih, gimana ya, ditunda aja dulu. Wah besok pelajarannya ga bisa ditinggalin, nantikan nilai ane jelek, kontaknya lain kali lagi ya?.

SEKALI LAGI KAWAN. Mereka tidak mengenal kata jika, kata tapi, dan alasan-alasan yang membuat dakwah berhenti bahkan mati. Yang mereka kenal adalah bagaimana caranya. Mereka tidak mengenal IF, BUT dan REASON, mereka hanya mengenal ide, cara dan solusi mengatasinya. Yaitu untuk menghilangkan IF, BUT & REASON tersebut.

MENGAPA TIDAK
Dan untuk meraih sasaran, target dan tujuan mereka, mereka tidak mengenal kata mundur, tidak mengenal kata TIDAK BISA. Yang mereka kenal hanyalah MENGAPA TIDAK.

Waduh akh/ukh, kayaknya kampus ini tidak bisa ditembus, penghalangnya terlalu kuat, mungkin kita cari kampus lain saja akh/ukh, mundur kali ya. JAWABNYA, mengapa mundur?

Wah, kayaknya kalau mendatangkan 100 peserta untuk training kita kali ini tidak bisa akh/ukh. JAWABNYA, mengapa tidak?

Bahkan bagi mereka jika ada pernyataan atau pertanyaan seputar dakwah yang dianggap TIDAK bisa dicapai dan utopis mereka selalu menepisnya dengan mengatakan, MENGAPA TIDAK?. Sehingga dalam benak mereka tidak ada ruang untuk berpikir susah, sulit dan apalagi menyerah.

CONTOH KONKRIT KETIKA UMAT MUSLIM TIDAK MUNGKIN BISA DISATUKAN. Mereka menjawab mengapa tidak??
Dan setelah mereka mengatakan mengapa tidak, diantara yang lain hanya berpikir mustahil dan akhirnya tidur dalam ketidakbisaan dan keputusasaannya, Tim ini terus berdakwah membangunnya sedikit-demi sedikit dan senantiasa mencari solusi pemecahannya dan niscaya umat Muslim bisa disatukan. Dan saat itu, mereka yang meragukan……… hehe. Anda akan tahu sendiri.
MARI JADI TIM SUPER KAWAN. ALLAHUAKBAR 1 JUTA KALI. (The Fatih)

sumber: dakwahkampus.com
Read More...