Sabtu, 16 April 2011

Menunggu

Menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku
Saat ku harus bersabar dan trus bersabar
Menantikan kehadiran dirimu (red: kalian)
Entah sampai kapan aku harus menunggu...

(Aishiteru- Zivilia Band)


Lagu itu mungkin hampir mendekati suasana hatiku saat menunggu seseorang, sekawanan, atau sesuatu. Ku rasa semua orang pasti mengalami bagaimana rasanya 'menunggu' itu. "menjengkelkan, membosankan" itulah kata-kata awal yang tergambar dalam benakku jika harus menunggu.


Dear Boppi (blog punya Bekti ),
Kau tahu... semua orang tidak menyukai beberapa hal 'menunggu' dan terkadang menyukai beberapa hal 'menunggu'. Ku terbiasa ontime sejak kecil-jaman2nya ortu dulu masih ngontrak- hingga beranjak dewasa pun kedua orangtuaku masih seperti itu. Semua hal harus dikerjakan tepat waktu, cepat dan jangan sampai membuat orang lain menunggu.

Pengalaman disaat-saat menunggu...
Ketika TK (Taman Kanak-Kanak), saat ku sudah rapi berpakaian maka dengan sendirinya aku pasti akan menunggu mama selesai beres-beres untuk mengantarkanku sekolah. Disela-sela menunggu aku akan merapikan kaos kakiku, kau tahu apa yang akan kulakukan? Menyamakan tinggi kaos kakiku antara kaki kanan dan kiri, ku mengukurnya dengan jari tangan. Jika tidak sama ku mulai menangis perlahan; refleksi kekesalan, kau tahu kan bagaimana rasanya itu di hatimu? Sulit kuungkapkan dalam bentuk kata-kata, yang pasti itu sesuatu yang tidak mengenakkan; trust me. Jika tinggi kaos kaki itu tetap tidak sama, ku kan menangis hingga orang dewasa tahu ku sedang bersedih (sedih krn kaos kaki ga' nurut juga).

Ketika SD, ku terbiasa menunggu teman-temanku memanggilku untuk berangkat bersama (red: nyamper) sambil sarapan pagi. Saat teman-teman sudah memanggil, mereka menungguku sejenak untuk menyelesaikan makan dan minum. Of course, mama pastinya menyuruhku untuk cepat-cepat melahap makananku.

Ketika SMP... masih sama seperti sebelum2nya, menunggu teman menjemputku berangkat sekolah bersama (cuma 1 orang sih yg jemput, Andri- Teksi Andriani). Namun lambat laun mulai terasa tidak efektif, Andri yang rumahnya di depan malah menjemputku yang rumahnya di belakang . Akhirnya kami berangkat sendiri2 (udah mulai berani berangkat sendiri; beda cerita lagi tentang naik angkot pertama kali- next time).

Dalam lingkungan rumahku ada 2 temanku yang masuk SMP yang sama (salah satunya Andri, yang satunya juga cewek), entah kenapa pada saat itu aku ingin berangkat (red: nyamper) dengan temanku yang satu lagi. Jadilah diriku menjemput dirinya (hoho), "Mawar...!!!" (sebutlah demikian namanya) panggilku dengan suara yang nyaris tak terdengar oleh penghuni rumah (padahal merasa udah kencang suaranya, ga' baik juga kan kalau pakai teriak). Kupanggil lagi namanya berulang kali, alhamdulillah ada yang menyahut "Iya...." kata orang dalam. Keluarlah temanku dan berangkatlah kami. Kulupa persisnya berapa kali kami berangkat bersama, dan mungkin ini yang ketiga kalinya ku nyamper dirinya. Seperti biasa setelah ada sahutan dari orang di dalam rumah, ku menunggu sejenak. Entah kenapa kurasa semakin lama menjadi semakin larut ku menunggunya; bete, pegal (berdiri) dan panas plus gondok yang kurasakan saat itu. Dan itu menjadi hari terakhir ku nyamper dirinya...

Ketika SMA alhamdulillah masih ada teman yang sama sekolahnya dengan diriku; seperti SD dan SMP, ku menunggu temanku. Awal-awal berangkat bareng track recordnya masih bagus, pagi. Jam 06.15 sudah tiba dirumahku, tetapi semakin lama kelamaan kok agak ngaret. Huh, jadilah kuberangkat sendiri dengan memendam rasa sebel bin kesel, "Nyebelin banget ya ini orang, jam segini belum datang. Ngapain sih, awas aj besok" cercaanku dalam hati. Tahu, ngerti, paham ada banyak kemungkinan kenapa sampai dia terlambat atau ngaret. Tapi boleh kan memuaskan diri sejenak untuk marah? Sejenak...
Ga suka banget kalau masuk sekolah itu yang namanya terlambat, kesiangan, apalagi sampai udah dikunci gerbangnya (alias disuruh pulang). OK, diaturlah lagi jadwal berangkat barengnya. Kami janjian di depan jembatan Simpangan Depok jam sekian, awal2 tetap menyenangkan karena tak terlalu lama menunggunya. Tapi makin ke sini kok telat lagi y? Huh, kutinggallah dirinya... Padahal dia juga telat ternyata, kupikir ninggalin diriku

Ketika kuliah, saat-saat ini yang kurasa tak terlalu menelan pahitnya lama menunggu. Alhamdulillah, mereka rekan2 yang dapat menghargai waktu. Dan saat itu sudah punya HP, jadi kalau mereka belum sampai disaat yang sudah dijanjikan, mereka pasti memberitahu posisi mereka dan perkiraan akan sampai ditempat yang telah dijanjikan berapa lama. Cukup menikmatilah...
Masalah muncul ketika saat janjian: SMS ga dibales, ngaret, ga' bawa buku bacaan, ga' bawa Qur'an n earphone. Lengkap sudah amarah memuncak. Sudah kukatakan diatas bukan? Paham, ngerti and banyak kemungkinan kenapa mereka terlambat: macet, ga' ada pulsa, HP di silent, msh ada kerjaan rumah bantu ortu, etc. Tapi sekali lagi, boleh kan sejenak ku untuk marah? "Kenapa ga prepare sebelumnya c? Udah tahu janjian jam sekian, ngapain aja coba" keluhku. Dan amarahku mulai mereda saat mereka mulai menjelaskan kenapa mereka terlambat, tak bisa balas SMS, dan meminta afwan (maaf maksudnya ^^). Hilang lenyap sudah puncak amarah itu menjadi hiasan tawa renyah bersama mereka.

Selepas kuliah, kembali berkutat dengan mereka2 yang ontime dan ngaret. Ada 1 cerita sahabatku, yang membuatku terhenyak amat sangat tinggi. Intinya, dia sudah terbiasa menunggu 1-1,5 jam menunggu temannya saat janjian.  kok bisa? Jamuran n lumutan deh aku kalau begitu caranya. Subhanallah buat sahabatku itu, tinggi sekali toleransinya dan betapa sabar dirinya menanti ^^. Masih perlu banyak belajar untuk seperti itu "Ga kasihan apa ya temannya itu hingga dia harus menunggu dirinya selama itu?". Rasa bersalah amat sangat terasa kalau terlambat, tak memberi kabar, etc. Tak mau diperlakukan seperti itu? Maka jangan seperti itu! Itulah kuncinya.

Kau tahu Boppi, 3 rekan sudah menjadi lampiasan amarahku karena tak memberi kabar kepadaku (ku delete contact-nya dari HP-ku), yang menurutku penting untuk dijawab. Kau tahu bagaimana rasanya disaat terpenting dan mendesak bagimu untuk mengetahui sesuatu, dan menurutmu dia tidak tahu harus bertanya kepada siapa lagi selain kepada dirinya? Sulit diungkapkan dalam tulisan, hingga akhirnya kuhapus nomornya.

Sekelumit permasalahan yang semakin menggambarkan bahwa diriku dulu masih childish (or something like that; sekarang masih seperti itu ga y? hehe), betapa banyak kesalahan yang telah kuperbuat kepada rekan2ku tanpa mereka ketahui.
Maafkan y teman2...

(curahan pikiran sambil menunggu hujan reda dan sendiri diruangan kantor ini; belajar menulis dari pengalaman pribadi, teman berkata "True Story" lebih bagus untuk dijadikan cerita, begitukah?)

3 komentar:

  1. kadang bagi orang yg sudah ontime dan disiplin krn kebanyakan teman2nya pada ngaret akhirnya dia jadi ikut ngaret, so jadilah ini PENYAKIT yg turun temurun jadi pada jam karet.....

    BalasHapus
  2. :D betul bgt VJ, terkadang sulit untuk membumihanguskan kebiasaan 'jam karet' itu. Semakin ditarik (dipaksa tepat waktu), maka akan semakin 'panjang karetnya' (memang sifat dasar karet y)

    BalasHapus
  3. dengerin lagu itu sih enak..tapi kau disuruh menunggu jelas ga ada yang suka,bahkan oleh orang yang suka buat orang menunggu...hmmm...

    BalasHapus