Jumat, 11 Maret 2011

Cintanya... Cinta kami (2-end)

Mas Jefri dan Dinda baru bertemu 2 kali, jika ada yang bertanya padanya "Sejak kapan kamu kenal dengan Dinda?" tuturnya, dengan lugas ia akan menjawab "Sejak dia ada...". Wowwww so sweet pikirku.

Inilah keterkejutanku berikutnya, "Aku kenal dia semenjak dia lahir, wong aku yang ngurus dia waktu kecil sampai usia 2 bulanan" cerita mas Jefri, melongo aku dibuatnya. "Dulu aku besar dan sekolah di Bogor, dan guruku itu ayahnya Dinda. Aku sudah kenal ayahnya Dinda sebelum beliau menikah, wong kalau dia ketemu sama ibunya Dinda dulu aku selalu dibawa dan menemani mereka. Kan cewek dan cowok dilarang berduaan tanpa seorang mahram" jelasnya, subhanallah pesantren rupanya pikirku.

"Biasanya kan letak asrama dengan rumah guru itu berdekatan, jadi aku sering main ke rumah ayahnya Dinda dan saat Dinda lahir, aku juga yang menungguinya. Tak salah kan kalau kujawab kenal dia semenjak ada?" kenangnya dengan senyum secerah perasaannya saat ini. "Setelah itu aku pindah ke Jakarta dan ketemu dengannya lagi saat Idul Fitri saat Dinda berusia 2 tahunan, terus 14 tahun kemudian aku ketemu lagi sama dia. Terus kita ngobrol bentar, tukaran nomor HP". "Wow lama juga ya ga ketemu?" pikirku.

"Kita belum pernah ketemu lagi, dan komunikasi via HP aja. Dari dulu aku selalu mengenalkan mantan-mantan pacarku ke pacar-pacarku agar tidak ada salah paham, dan kesalahan yang kuperbuat saat ini yaitu aku belum pernah ngomong ke ayahnya Dinda untuk berpacaran dengan Dinda" kenangnya, rupanya hal itu berimbas ke hubungan mereka saat ini. "Usianya sat ini adalah setengah dari usia ku sekarang dan itu yang membuatku bimbang selama ini, tapi sejauh ini ia semakin mengerti aku. Lebih bisa memahami dan menyesuaikan diri, makanya dalam sehari kami teleponan 3 kali sehari" jelasnya, "Wow kayak minum obat aja, hahaha" sahut mba'Shanti. "Aku kan pulang ke Bogor cuma 2 minggu sekali, begitulah cara mantaunya. Lumayan jauh kan Bogor-Jakarta" tambahnya.

Kami berdua pun terseenyum mendengar penjelasannya. "Aku memanggilnya mama, dan ia memanggilku papa. Karena aku punya 4 orang anak angkat dan didepan mereka kami membahasakan diri papa-mama, terus kebawa deh" celotehnya. "Cie..cie.. kayak suami istri aja" candaku. "Ya udah kebiasaan sih, pertemuan kami kan jarang sekali. Jadi kalau ada waktu untuk bertemu, aku selalu memotretnya. Kan cewek cowok tidak boleh saling berpandangan terlalu lama, jadi aku selalu foto dia di setiap pertemuan. Saat dirumah baru deh diteliti, ow... jerawatnya kan kemarin-kemarin cuma 1. Sekarang udah nambah lagi" lanjutnya, hahahaha ketawa geli kudengernya. Lucu banget sih mereka.
***

Beberapa bulan yang lalu ayah Dinda berkunjung ke rumah mas Jefri seorang diri, ayah Dinda pun tak menyangka anaknya kini berpacaran dengan mantan anak muridnya. Beliau pun menanyakan keseriusan hubungan mereka, hal itu beralasan. Telah ada 5 orang lelaki yang berkunjung ke rumah Dinda, mungkin hendak berpacaran atau merasa telah jatuh hati pada sang buah hatinya. Mengetahui hubungan anaknya dengan Jefri membuat sang ayah ingin memastikan satu hal, apakah ini sekadar pacaran atau bagaimana?

Menurut penuturan sang ayah, ibu Dinda pernah mengetes Dinda. Sejauh mana perasaannya dengan Jefri, dengan mengizinkan kelima lelaki tersebut untuk berkunjung kerumah. "Dinda pernah kabur dari rumah karena itu, waktu itu dia nelpon sambil nangis. Kupikir kenapa ni anak nangis-nangis, ternyata dia kabur dari rumah karena ga mau sama mereka. Akhirnya kujemput dia di Kalideres dan kuantarkan pulang ke Bogor" terangnya, "Ckckckck...." jawabku sederhana.

Sambil sesekali kulihat kondisi cuaca di luar melalui jendela disebelah kananku, ternyata cerah. "Setelah kejadian itu, ku datang lagi ke rumah Dinda bersama keluarga untuk menjelaskan keadaan kami. Dan Kamis 10 Maret 2011, kami akan tunangan dulu. Kan Dinda baru kelas 2 SMA, aku tanya ke kepala sekolahnya perihal keinginan kami untuk menikah. Tapi pihak sekolah tidak mengizinkan, karena minimal seorang wanita menikah saat berusia 17 tahun. Aku pun mengajar disekolahnya Dinda, teman-teman Dinda ga tahu kalau kami sudah kenal sejak ia masih kecil" ceritanya. Subhanallah, kuasa ALLAH begitu besar hingga mempertemukan mereka di usia yang terpaut cukup jauh.

"Kami harus menanyakan kepada seluruh keluarga dari pihak Dinda dan tetangga sekitar rumah
Dinda buat setuju dengan hubungan kami. Jadi semua tetangga dilingkungan rumah Dinda kita tanya, saudara kandung Dinda, saudara ibunya, saudara bapaknya, bahkan adik dari ibunya yang ada di Mesir harus kami telpon buat tanya setuju ga kalau Dinda berhubungan serius dengan Jefri. Itu semua dilakukan agar tidak ada yang mengganjal nanti didepannya" terangnya pada kami. "Wah baru tahu aku, ada adat seperti itu" batinku.

Tak jarang ada orang yang bertanya tentang mas Jefri, para tetangga dilikungan rumah Dinda tentunya. "Orangnya seperti apa? Karakternya bagaimana?" pertanyaan yang sering mereka ajukan. Unik ya adat kebiasaan daerah sana.
***
Cincin pertunangan pun telah selesai dipesan dan dibuat, '"Awalnya kupilih cincin emas, ternyata baru kutahu cowok itu ga boleh pakai emas. Bertanya kesana kemari, kutemukan juga cincin yang sesuai dengan berbahan platinum/platina; termasuk dalam golongan logam mulia" ucapnya, "Harganya kisaran berapa mas?" tanya mba'Shanti. "Iya tu mas, harganya berapa? Buat referensi mba'Shanti yang akan segera menyusul" candaku.

"Hm... harganya 35juta-an, karena buat desain sendiri dengan ukiran nama juga sehingga butuh tambahan biaya 4,5 juta. Dapat bingkisan dan diskon itu kok, kalau beli satu aja harganya mahal. Kita cari-cari orang Martapura, siapa tahu bisa dapat harga lebih murah. Segitu deh dapatnya" jelasnya. "Ha? 35juta-an? Cincin doang?" sahutku tak percaya. Mba'Shanti pun bereaksi sama. "Waktu sama Icha juga udah sempat DP rumah, tapi karena putus ya di cancel deh. Hangus uangnya" tambahnya

"Ya mo gimana lagi, kan untuk sekali seumur hidup. Ga boleh pakai emas, masa' cuma ceweknya aja yang pakai. Dinda bilang sih jangan yang mahal, biasa aj. Tapi dapatnya segitu, itu juga belum bilang. Nanti aja pas harinya saya kasih tahu" jawabnya. Melihat keterkejutan kami, mas Jefri sepertinya paham "Ada yang 4 jutaan kok, tergantung pilihan modelnya aja" tambahnya dengan ringan. Tetep aj... sayang banget uang segitu, hiks hiks.

Cincin itu terukirkan nama mereka berdua, dan bila kedua cincin tersebut digabungkan akan membentuk hati dan kata-kata yang telah diukir didalamnya. Membayangkannya saja sih sudah pasti bagus, tapi dengan harga 35juta? Oh tidak untukku, masih banyak hal yang lebih penting.

Disaat pertunangan nantinya, akan diundang kelima lelaki sebelumnya pernah berkunjung ke rumah Dinda sebagai pertanda dan jawaban bahwa Dinda sudah ada yang punya.

"Berarti harus punya suami yang kaya dong kalau mau cincinnya kayak gitu?" canda mba'Shanti, dan disanggah mas Jefri "Ya ga lah, cari yang rajin nabung aja. Bisa kok". Sungguh tak terlihat dari sosoknya yang begitu sederhana dan apa adanya.
***

Pertanyaan sederhana yang diajukan Dinda sebelum mereka berpacaran, "Masih ingat hari lahirku?" tanya Dinda, "Ya masihlah..." jawab mas Jefri pada kami. Jelas aja masih ingat, orang dia yang nungguin saat Dinda dilahirkan. Syarat yang diajukan Dinda kepada mas Jefri pun cukup langka diberikan, "Kalau di angkutan umum jangan duduk disamping cewek yang belum nikah dan orang yang sedang menyusui" tutur mas Jefri. "Ha? Ada-ada aja sih, terus gimana dong?" tanyaku. "Ya kalau benar yang disampingku itu belum nikah, ya saya pindah tempat duduknya. Yang repotnya, gimana caranya agar tahu dia udah nikah atau belum?" jawabnya dengan bingung. Iya juga sih, paham... paham
***

Adzan ashar pun berkumandang, tepat mengakhiri cerita mas Jefri pada kami. Subhanallah... jalan jodoh sungguh luar biasa. Kami tinggalkan segala aktifitas dan sholat secara bergantian.

Semakin sore, mas Jefri pun izin pulang. Beliau gugup menjelang hari pertunangannya. "Jarang ketemu, komunikasi hanya via telpon kan jadi makin berasa kangen en cintanya" candanya. Dan diakhiri dengan info terbaru "Ya Bekti, temanku yang kumintai tolong untuk mendetect data itu sekarang dia lagi diluar kota. Tepatnya diluar pulau sih, pulang lagi ke Jakarta 1 bulan lagi, kira-kira April atau Mei deh" ucap mas Jefri, wuuuuuuiiihhh tak bisa berkata apa-apa lagi "Ya udah, kalau teman mas Jefri udah balik kasih info ke kita ya. Hardisknya biar disini aja deh, siapa tahu Bu Indah punya teman yang bisa memperbaiki" sekenanya.

"Ku kan menjaga dari dia lahir, sampai tua pun akan kujaga (saat menjadi istri maksudnya)" tambahnya mengakhiri percakapan kami.
***

Alhamdulillah seluruh keluarga Dinda dan tetangga merestui langkah mereka, dengan kesabaran ekstra mas Jefri masih harus menunggu 1 tahun lagi untuk menuju jenjang pernikahan. satu tahun lagi Dinda menginjak kelas 3 SMA.
***
Mas Jefri kembali ke rutinitasnya, menuju Jakarta untuk pekerjaan berikutnya. Dan sambil mempersiapkan segala sesuatu untuk acara pertunangannya di Bogor. Kami pun kembali ke pekerjaan masing-masing, mba'Shanti mulai lagi meng-input iklan-iklan yang masuk dan aku harus kembali dari awal meng-entry omzet iklan dari tahun 2009. Hari semakin sore dan tak terasa sudah pukul 17.00 WIB, saatnya pulang!!! Esok ku harus lebih semangat lagi meng-entry data-data itu.
***

Saat ditiupkankan ruh ke rahim seorang ibu, calon manusia-calon khalifah muka bumi. Maka ALLAH memerintahkan kepada malaikat untuk menyertakan empat perkara: rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya dan akan menjadi orang yang sengsara atau bahagia. Apakah jodoh juga disertakan didalamnya?

Akan tiba saatnya... di waktu yang tepat dan orang yang tepat, yakinlah bahwa pada akhirnya akan indah terasa. ^^
***

Cerita diatas bukan fiksi semata dengan nama yang disamarkan. Tidak mengurangi konteks yang ada. Cerita ini ditulis oleh Bekti, dibantu oleh mba'Shanti dan rekan-rekan yang lainnya. Semoga bermanfaat

2 komentar:

  1. TOP bek... lanjutkan !!! hee

    BalasHapus
  2. makaci mb'ta...
    masih amatir banget y pendeskripsiannya ;))

    BalasHapus