Jumat, 11 Maret 2011

Cintanya... Cinta kami (1)

Berkutat dengan komputer meski terkadang jenuh, namun tetap terasa mengasyikan karena selalu dapat browsing informasi-informasi ter-update melalui internet. Jika virus kemalasan dan kepenatan mulai menghinggap, apalagi kalau sudah terasa pegal jari-jari ini untuk menginput data-data keuangan. Cara paling ampuh yang ku tempuh yaitu dengan minum sedikit air teh yang setiap harinya disediakan oleh sang OB, yang rasanya tiap hari kian berubah tak pernah sama. Hari ini belum kutemui segelas besar air teh hangat, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 08.47 WIB dan OB yang bertugas hari ini adalah mas Anto. Biasanya jam-jam segini sudah tersedia, mungkin masih sibuk dengan dapur yang belum dibersihkan di lantai atas; tepatnya di lantai 3 kantorku.

Masih kuingat rasa teh hari Kamis 10 Maret 2011, hmmmm manis pahit-pahit. Takaran gulanya kurang pas dilidah, kadang merasa lucu sendiri rasa teh yang kurasakan selama bekerja disini; terkadang manis, cukup manis, sangat manis, hambar, dan pahit. Belum lagi aroma dari tehnya yang terkadang harum, aneh dan menyengat. Apa para OB beli tehnya tiap kali belanja beda-beda ya untuk mencoba-coba merek tertentu? Pertanyaan itu tak berani kutanyakan kepada OB yang sering belanja; mas Anto dan mas Dewa, sungkan dan tak sopan rasanya. Memang dasar kurang bersyukur, disediain banyak ngeluh dan tidak disediakan merengek; astagfirullah...

Tak lupa setelah minum air teh, ku minum sedikit air putih untuk menetralkan rasa teh yang masih terasa begitu kental pahitnya di lidah yang selalu ku bawa dari rumah, trauma aku minum air isi ulang galon yang banyak dijual dipinggir jalan namun kalau minumnya dalam keadaan panas atau hangat tak mengapa. Lagi-lagi ku tak suka air hangat, aneh rasanya dan anta yang kurasa. Terakhir kali kuingat minum air dingin dari isi ulang tersebut ditahun 2010 lupa bulan pastinya, sudah 2 kali kucoba di waktu yang berbeda dan tetap sama hasilnya yaitu di malam harinya buka tutup pintu toilet; diare. Setialah tempat minum tupperware biru dan coklat selalu menemaniku ke kantor setiap hari dan berseling ku membawanya, hari ini yang biru dan esok yang coklat. Minum sudah... tinggal meregangkan otot-otot kaki dan tubuh bagian bawah yang mulai terasa pegal dengan berdiri sejenak sambil melihat pemandangan luar dari atas kantor. Letak ruanganku berada di lantai 2, kulihat deretan motor dibawah belum bertambah yang artinya di kantor ini baru ada diriku dan pak Awan.

Ingin sekali datang ke kantor agak telat, tapi aneh juga rasanya. Biasa datang pagi dan ontime, begitulah ajaran dari ibu dan bapak. Sekali waktu pernah coba berangkat agak siang jam 07.30an yang ada malah diomelin ibu, "Kerja kok berangkatnya siang? Memangnya ga dimarahin bosnya apa?" komentar ibuku dengan suara melengkingnya, membuatku malu; kan tetangga nanti pada dengar. Selain itu udara dan jalanan juga sudah terasa panas, berasa banget di tangan. Akhirnya paling siang ku berangkat dari rumah jam 07.00 kecuali hari Sabtu berangkat jam 07.30 karena tahsin dulu jam 08.00-10.00. Itupun sampai kantor masih menjadi orang pertama sampai di kantor, sejauh ini peringkat absenku masih tergolong 3 besar; dan paling rendah posisi ke 11, karena ada keperluan tentunya.
***

Pukul 10.56 WIB alhamdulillah kantor sudah mulai agak ramai, minuman sudah tersedia di atas meja kerjaku. Pekerjaan meng-input data sudah kulakukan sejak tadi setelah selesai membaca beberapa artikel dan headline news di surat kabar lokal Depok, koran tersebut merupakan terbitan dari tempat ku bekerja. Diselingi dengan suara lantunan ayat-ayat Al-Qur'an dari Abu Baker Al-Shatiri, obrolan dengan mba'Shanti rekan kerjaku dan berada disatu ruangan yang sama denganku; sang bendahara, yang bercerita tentang acara di TV semalam yang menampilkan pemberian penghargaan kepada Alm.Benyamin S dan ditimpali oleh pak Jali; sang Manager Periklanan, letak ruangannya tepat berada didepan ruang kerjaku. Ruang kerja kami memang bersebelahan, ruang HRD dan keuangan hanya dipisahkan oleh triplek yang dibuat agak tebal seperti tembok serta dibagian atasnya diberi sedikit ruang udara, sehingga antar satu ruang dengan yang lain akan terdengar suaranya. Ruang HRD ditempati oleh sang Sekretaris Redaksi & Manager Periklanan, sedangkan ruang periklanan dihuni oleh 3 orang staff; Bendahara, Accounting dan Penagih. "Iya tuh, saya juga nonton..." sahut pak Holi kepada kami, "Masya ALLAH si Andin, saya kaget ngeliat pakaiannya. Depannya sih cakep, pas belakangnya beuuuu... Kirain sinderbolong. Saya bilang ke istri, itu kalo belakangnya dilepas 1 aja... udah deh copot semua" lanjutnya diselingi dengan tawa khasnya. Mb'Shanti tertawa mendengarnya, tapi kuhanya senyum-senyum aja karena ga ngerti maksudnya dan lagi ga nonton acara tersebut.
***

Teringat kejadian 2 hari yang lalu, tepatnya Rabu 9 Maret 2011. Masih segar dalam ingatan, ucapan-ucapan mas Jefri saat berkunjung ke kantor untuk memperbaiki program yang kugunakan dalam bekerja.

Hari itu, ku mendapat kabar dari Bu Indah bahwa mas Jefri akan datang ke kantor. Kuperkirakan beliau akan sampai dikantor jam 14.00an, karena sebelumnya datang sekitar jam itu. Ternyata perkiraan ku meleset, mas Jefri sampai jam 11.00an. Agak pangling melihatnya, padahal baru beberapa bulan yang lalu berkunjung dengan keperluan yang sama; meng-update GL (General Ledger). Kulihat ia tampak agak lebih kurus, dengan potongan rambut baru lebih pendek dari sebelumnya. "Akhirnya datang juga" sapa ku dengan sebuah senyuman, berharap dengan kedatangannya dapat memperbaiki komputerku. Rabu 2 Maret 2010 komputer kantorku lagi caper (cari perhatian), pasalnya data-data pekerjaanku sudah tidak bisa diakses lagi. "Ini mah hardisknya udah rusak banget" suara mas Itan memecah keheninganku yang sedang membayangkan bahwa semua peristiwa yang ku alami saat ini hanya mimpi, "Terus gimana donk mas Itan? Datanya sama sekali ga selamat?" sahutku masih berharap-harap. Wajah mas Itan tanpa dosa dan dengan enteng berkata "Ya ga bisa, memangnya belum di-backup?" makin nelangsa ku  mendengarnya, "Belum sempet mas, padahal rajin di scan dan update antivir" sesalku.

"Kenapa komputernya?" jawab mas Jefri yang membuyarkan lamunanku, "Itu mas... hardisknya rusak, terus data-dataku ga bisa diselametin. udah diinstal ulang sama mas Itan, tapi program GL-nya ikut hilang juga. Untung masih ada data GL-ku di komputer mba'Shanti" pada akhirnya data yang selamat itu hanya April 2009, sedangkan yang lainnya hanyut tak berbekas. Arrrrggggghhhhhh teledornya, bagaimana bisa? Masa harus input dari awal lagi sih?

Arsip-arsip itu tetap membisu, mungkin kalau arsip itu bisa bicara mereka akan berkata "Hehe, asyik bermain lagi dengan Bekti". Uhhhh sebelllllllll. Kubiarkan mas Jefri mengambilalih komputerku dan tak lupa kupesankan minuman untuk dibuatkan sang OB, kabar buruk itu datang lagi dari mas Jefri "Ya, ga bisa ni... Ga ada yang lain datanya?" yang hanya kujawab dengan gelengan kepala, lemas sudah. "Ya mau gimana lagi? Saya instal program yang lama aja ya? Tapi kosong ni formnya, Bekti harus input lagi dari awal. Makanya di-backup, kan udah diingetin bulan lalu kan? Minimal tambahin kipasnya, biar ga cepat panas. Atau beli hardisk eksternal, murah kok sekarang 600ribuan yang 325 Gb (kalau ga salah ingat)" tuturnya dengan senyuman hangat.

Pasrah, satu kata yang telah terpatri begitu dalam setelah mendengar ceramahnya. Dengan lemas namun berusaha bangkit ku jawab "Hehe, lupa mas. Yahhhh mo gimana lagi? Penyesalan memang datang terlambat, sedih banget", dan dengan ringannya mas Jefri melanjutkan "ga sedih kok, cuma sabar aja ya harus input lagi. Hahaha" Hufff...

Percakapan pun mulai mengalir dari bahasan kabar-kabari, kerjaannya mba'Shanti, dan kegiatannya mas Jefri. Kumandang adzan dzuhur pun mulai terdengar, makan siang untuk mas Jefri pun sudah disediakan oleh mas Anto. Ia lebih memilih untuk sholat terlebih dahulu, yang pada akhirnya aku dan mba'Shanti makan siang dulu; bergantian untuk sholat di mushola sambil menjaga ruang keuangan.
***

Tak lama kemudian setelah mas Jefri selesai sholat dan kami telah menghabiskan makan siang, datang mas Anggono; sang Penagih sirkulasi dan iklan dikantorku, alhamdulillah ada mas Anggono yang dapat menemani mas Jefri selama kami sholat. Saat melantunkan firman-Nya beberapa ayat selepas sholat, ku mendengar sedikit banyak obrolan mereka. Letak mushola yang berdempetan dengan ruanganku membuatku dapat mendengar secara tak langsung sayup-sayup percakapan mereka. Pembicaraan antar pria ga jauh-jauh dari kisah cinta, pekerjaan, komputer dan lain-lain.
***

Tiga jam sudah mas Jefri berkutat dengan program GL, harus instal ulang, berusaha menghubungi rekan-rekannya yang kiranya dapat membantu men-detect data di hardisk tersebut dan ia pun langsung memberi informasi terbaru padaku "Bekti, hardisk-nya boleh ku bawa? Ku coba minta tolong ke temanku, semoga aja bisa terselamatkan" hal itu membuatku sedikit bersemangat lagi. "Ya ga apa-apa kok kalau mau dibawa, mudah-mudahan bisa" harapku.
***

Perbincangan masalah pribadi pun mulai terkuak perlahan-lahan dengan basa-basi sebagai bumbu awalnya, "Kalian mengalami kesulitan apa saat memakai jilbab?" tanyanya. Kami malah kebingungan untuk menjawabnya, "Ha? maksudnya?" ceplosku dengan polosnya. "Itu... kalian saat awal-awal memakai jilbab kesulitan gimana? Apa ribet makainya? Kepanasan terus?" lanjutnya, "Owwww..." jawab kami serempak, "Awal-awal sih iya, paling belum terbiasa makai kerudung kalau mau keluar rumah" jawab mb'Shanti dan kutambahi dengan anggukan kepala tanda setuju.

Diruangan dengan ukuran 4x5 meter, kisah perjalanan cinta mas Jefri pun tercurah sudah. Kami; minus mas Anggono-yang harus bertemu dengan agen-agen selanjutnya, menjadi pendengar yang teramat baik demi untuk membuat nyaman mas Jefri mengungkapkan cerita-ceritanya.
***

Muhammad Jefri, terlahir di kota Bogor dari pasangan yang berasal dari Madura-Bogor. Perawakankan tidak terlalu tinggi, hitam manis, rapi dan lembut. Ia bekerja di rumah, tidak mempunyai kantor. Sehingga pekerjaan-pekerjaan yang semuanya rata-rata berhubungan dengan program-program ia kerjakan di rumah. Siapa sangka dengan pembawaannya yang tenang dan lembut mengalir cerita cinta yang Subhanallah panjang jalannya. Menjalani proses pacaran dengan Icha selama 3 tahun tidak membuat bahagia pada akhirnya, ditahun pertama mereka berpacaran dan bertepatan dengan hari raya Idul Fitri keluarga mas Jefri bersilaturahmi berkunjung ke rumah Icha untuk memperkenalkan masing-masing keluarga. Sambutan tak hangat dari sang ibu Icha pun didapatkan oleh keluarga mas Jefri; dicuekin, tak disuguhi minum, dan dianggurin mereka terima tanpa berkeluh kesah. Betapa bijaknya ibu mas Jefri saat menerima perlakuan tersebut dengan berkata "Mungkin beliau sedang sibuk, mudah-mudahan besok-besok saat kita datang beliau lebih baik" dan 2 tahun berikutnya berturut-turut saat Idul Fitri keluarga mas Jefri pun masih berkunjung ke rumah Icha, namun perlakuan dari ibu Icha tidaklah berubah. Beberapa bulan setelah anniversary 3th masa pacaran mereka, terlontarlah kata 'break'. Icha meminta waktu selama 1 bulan untuk tidak berhubungan dulu, dan setelah waktu 1 bulan pada akhirnya Icha meminta putus "Bosan, dengan sikon yang begini-gini aja" katanya. Mas Jefri tetap tenang menceritakan hal itu, perjalanan hidup telah membuatnya lebih tegar dan pasrah tampaknya. "Ya begini-gini aja, karena saya belum berani berbuat lebih lanjut. Bapak dan saudara-saudaranya menyetujui hubungan kami, tapi mentok di ibunya" jelasnya pada kami, kami pun bersimpati padanya. "Ibunya itu pengen si Icha punya pacar yang tinggi, ganteng, putih dan mancung. Saya ga berani melangkah lebih jauh, karena mentoknya dari dulu ya itu-itu mulu" terangnya sambil tersenyum. Hal itu membuat kami gemas kepada ibu Icha, "iiihhh siapa sih yang pengen nikah? Ibunya atau si Icha?" jawab mba'Shanti, yang lagi-lagi aku sepakat dengannya dan cepat-cepat beristighfar.

"Pada masa 1 bulan break itu, aku ketemu dengan Dinda. Dinda pun mulai masuk dan Icha tergantung ga jelas. Akhirnya Dinda masuk dan dengan Icha putus" lanjutnya dengan semangat ingin menceritakan hubungannya dengan Dinda.
***

Cerita-ceritanya membuatku tertegun, terkejut dan refleks terkadang ku keceplosan "iiihhh kayak di novel-novel aja ya" atau "kok sinetron banget ya? Ga nyangka deh" yang ditimpali mas Jefri dengan guyonan "Bekti nonton sinetron mulu ya? Gitu mulu ngomongnya", "hehe, ya ga lah. Ya habis memang gitu sih" jawabku yang tak mau kalah.

Bagaimana tidak... Tahukah kalian siapa Dinda? Bagaimana mereka bertemu?
 ---to be continue--

1 komentar:

  1. eemmm lumayan2....tuk pemula. hiii.... bravoo bektii !!! trus hasilkan krya2 indah mu.... :)

    BalasHapus